Kinerja Saham PGEO yang Mengalami Peningkatan Signifikan
Saham PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) mulai menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Hingga saat ini, saham PGEO telah mengalami kenaikan sebesar 69,52% secara year to date (ytd). Prediksi harga saham PGEO juga meningkat, dengan target hingga Rp 1.650 per saham.
Pada tanggal 29 Juli 2025, saham PGEO mencapai level tertinggi sepanjang masa atau all time high (ATH) di harga Rp 1.830 per saham. Jika dibandingkan dengan tiga bulan lalu, pada 5 Mei 2025, harga saham PGEO berada di bawah level Rp 1.000, yaitu tepatnya di Rp 915 per saham. Dalam perdagangan Selasa (5/8), PGEO bertengger di Rp 1.585. Dalam satu bulan terakhir, saham PGEO naik sebesar 7,46%, sementara dalam tiga bulan terakhir, kenaikan mencapai 64,25%.
Kerja Sama Strategis antara PGEO dan PLN
Seiring dengan meningkatnya harga saham PGEO, BPI Danantara Indonesia melalui PT Danantara Asset Management memfasilitasi kerja sama strategis antara Pertamina Geothermal Energy dan PT PLN. Tujuan dari kerja sama ini adalah untuk mengembangkan energi panas bumi sebagai sumber listrik. Proyek ini diproyeksikan memiliki kapasitas hingga 1.130 MW dengan nilai investasi diperkirakan mencapai US$ 5,4 miliar atau setara dengan Rp 88,46 triliun.
Kerja sama antara PLN dan PGEO ditandai dengan penandatanganan MoU antarkeduanya. Langkah ini dilakukan demi mendukung target Kebijakan Energi Nasional, ENDC 2030, serta visi Net Zero Emission 2060. Salah satu bentuk konkretnya adalah penandatanganan Consortium Agreement untuk proyek Ulubelu Bottoming Unit di Lampung dan Lahendong Bottoming Unit di Sulawesi Utara.
Kinerja Keuangan PGEO Semester I 2025
Dalam semester pertama 2025, PGEO mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 28,37% menjadi US$ 68,95 juta atau sekitar Rp 1,11 triliun (kurs Rp 16.231 terhadap dolar Amerika Serikat) dari US$ 96,27 juta secara tahunan. Meskipun demikian, pendapatan perseroan naik tipis sebesar 0,53%. Pendapatan PGE tumbuh menjadi US$ 204,85 juta dibandingkan dengan pendapatan semester pertama 2024 sebesar US$ 203,76 juta.
Penurunan laba bersih PGE disebabkan oleh meningkatnya beban pokok pendapatan dan beban langsung lainnya, yang naik menjadi US$ 83,49 juta dari US$ 77,78 juta pada periode Januari–Juni 2024. Selain itu, beban keuangan juga melonjak secara tahunan (year on year/yoy) dari US$ 11,16 juta menjadi US$ 14,70 juta.
Direktur Keuangan PGEO Yurizki Rio menjelaskan bahwa kinerja emiten sektor energi ini berada di jalur yang sehat selama enam bulan pertama 2025. “Ini menandakan fundamental keuangan perseroan yang kuat, didorong oleh produksi yang melebihi proyeksi awal,” ujarnya dalam keterangan resmi.
Operasional PLTP Lumut Balai
PLTP Lumut Balai Unit 2 telah beroperasi sejak akhir Juni. Dengan beroperasinya PLTP tersebut, pasokan listrik nasional bertambah sebesar 55 MW. Keuntungan lainnya adalah dampak positif terhadap kinerja keuangan perseroan sepanjang tahun.
Direktur Utama PGEO Julfi Hadi menegaskan bahwa PGEO berkomitmen untuk menyediakan energi bersih berbasis panas bumi yang stabil dan andal. Hal ini sejalan dengan upaya mendukung target Net Zero Emission 2060 Indonesia. Beroperasinya Lumut Balai Unit 2, proyek eksplorasi (green field) PLTP Gunung Tiga, serta pengembangan berbagai proyek lainnya merupakan bukti konsistensi PGEO dalam mengembangkan pemanfaatan panas bumi.
Target Harga Saham PGEO
Tim analis Indopremier Sekuritas, Ryan Winipta dan Reggie Parengkuan, menyatakan bahwa mereka menaikkan proyeksi EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, dan penyusutan) PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) untuk tahun 2025, 2026, dan 2027 masing-masing sebesar 20%, 17%, dan 15%. Kenaikan ini dipicu karena biaya operasional dan harga pokok penjualan (COGS) ternyata lebih rendah dari perkiraan awal.
Sepanjang tahun ini (ytd), harga saham PGEO sudah naik 92% didorong oleh rumor akuisisi dan meningkatnya minat investor global terhadap saham energi terbarukan, menyusul insentif pajak dari pemerintah AS untuk proyek energi angin dan surya. Hal ini juga mendorong naiknya valuasi perusahaan-perusahaan energi hijau di AS dan Eropa.
Dengan pertimbangan tersebut, IndoPremier menaikkan target harga (TP) saham PGEO menjadi Rp 1.650 per saham, dari sebelumnya Rp 850. Kenaikan ini berdasarkan revisi proyeksi EBITDA dan pembaruan model valuasi menggunakan metode DCF (Discounted Cash Flow). Target harga tersebut setara dengan valuasi 13 kali EV/EBITDA untuk tahun 2025, sedikit di bawah rata-rata industri sebesar 14 kali. Risiko penurunan mencakup risiko eksekusi proyek-proyek mendatang dalam mencapai target kapasitas 1,8GW pada FY33F (vs. 727MW per 1H25).